Jalan K.H. Hasyim Asy'ari Nomor 6 Kebumen

Pemkab Kebumen dan PGRI Gelar Dialog Pendidikan, Teguhkan Komitmen Bangun SDM Berkualitas

05 Agustus 2025 19:34:00

KEBUMEN – Pemerintah Kabupaten Kebumen bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menggelar Dialog Pendidikan dengan tajuk Membangun Sinergi untuk Pendidikan yang Berkualitas di Kabupaten Kebumen.   Acara yang berlangsung di Pendopo Kabumian, Selasa…



KEBUMEN – Pemerintah Kabupaten Kebumen bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menggelar Dialog Pendidikan dengan tajuk Membangun Sinergi untuk Pendidikan yang Berkualitas di Kabupaten Kebumen.

 

Acara yang berlangsung di Pendopo Kabumian, Selasa 5 Agustus 2025 ini bertujuan mencari solusi bersama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Kebumen, yang hingga kini masih menyandang predikat kabupaten termiskin di Jawa Tengah.

 

 

Tampak hadir Bupati Kebumen Lilis Nuryani, Wakil Ketua I DPD RI/Ketua PGRI Jawa Tengah Dr. H. Muhdi, SH., M.Hum., Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah dr. Faiz Alauddien Reza Mardhika, serta Ketua PGRI Kebumen Dr. Agus Sunaryo, M.Pd.

 

Selain itu, hadir pula jajaran kepala dinas terkait, kepala sekolah, pengawas, hingga tenaga kependidikan se-Kabupaten Kebumen.

 

Dalam sambutannya, Ketua PGRI Kebumen Agus Sunaryo menekankan pentingnya sinergi dari seluruh komponen pendidikan, dari level terendah hingga tertinggi, untuk bersama-sama memajukan pendidikan di Kebumen.

 

"Semua komponen pendidikan di Kebumen harus berkontribusi bersama untuk memajukan pendidikan," ujarnya.

 

Pendidikan Karakter adalah Kompas Masa Depan

 

Bupati Kebumen Lilis Nuryani dalam sambutannya menyoroti bahwa pendidikan adalah kunci masa depan Kebumen. Menurutnya, pendidikan bukan hanya melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter, berakhlak mulia, dan mampu menjawab tantangan zaman.

 

"Ilmu pengetahuan tanpa akhlak ibarat kapal tanpa kompas. Kita banyak melihat persoalan bangsa yang timbul bukan karena kurangnya kecerdasan, tetapi karena rapuhnya moral dan lemahnya integritas," tegas Bupati Lilis.

 

Ia berpesan agar anak-anak tidak hanya dibekali penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, disiplin, gotong royong, dan rasa cinta tanah air.

 

Tantangan Pengangguran dan Kompetensi Lulusan

 

Senada dengan Bupati Lilis, Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, dr. Faiz Alauddien Reza Mardhika, menyebut bahwa predikat kabupaten termiskin yang disandang Kebumen menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan.

 

Ia memaparkan tiga aspek penting dalam pendidikan berkualitas, yaitu pemerataan, kualitas, dan relevansi.

 

Dokter Reza juga mengungkapkan data yang memprihatinkan, yaitu angka pengangguran tertinggi di Jawa Tengah saat ini didominasi oleh lulusan sarjana, menyusul lulusan SMA dan SMK di tahun-tahun sebelumnya.

 

"Fenomena ini harus disadari, bahwa ijazah tidak selalu menjamin kompetensi," jelasnya.

 

Ia berharap PGRI dapat menjadi motor penggerak dalam menciptakan dan menyediakan pendidikan berkualitas di Kebumen untuk menyambut Indonesia Emas 2045.

 

Fokus pada Karakter dan Spiritual

 

Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah, Dr. H. Muhdi, menegaskan bahwa kata kunci untuk mengatasi kemiskinan di Kebumen ada pada pendidikan.

 

Menurutnya, menyambut era Society 5.0 kuncinya adalah tingkat pendidikan yang tinggi, bukan hanya cerdas secara intelektual dan emosional, melainkan juga spiritual.

 

"Orang cerdas belum tentu sukses. Orang sukses memiliki banyak kecerdasan emosional. Tapi orang sukses bisa berbahaya karena dia selalu berpikir untuk kepentingan dirinya," terang Muhdi.

 

Oleh karena itu, Muhdi sepakat dengan Bupati Lilis bahwa fokus pendidikan masa depan harus pada penguatan karakter, moral, dan keteladanan.

 

Ia juga mengingatkan pentingnya kualitas SDM untuk menyambut bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia.

 

Muhdi bahkan mengutip kisah bangkitnya Jepang pasca-bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, di mana yang ditanyakan oleh kaisar bukanlah jumlah tentara yang tersisa, melainkan jumlah guru.

 

"Karena kalau masih ada guru, negara bisa bangkit, dan itu terbukti," pungkasnya.